Assalamualaikum
wr.wb sahabat yang dirahmati Allah…
Dua
tiga hari terakhir ini saya sering melihat di berbagai media sosial tentang
perayaan Hari Santri Nasional yang tepatnya jatuh pada hari ini 22 Oktober
2016, melihat berbagai euforia yang disajikan para pengguna media sosial, seperti
mengedit foto menggunakan aplikasi yang entah saya juga belum mendownload
aplikasi tersebut hahaha. Saya sangat mengapresiasi ternyata banyak juga santri
Indonesia yang amat bangga dengan status sebagai seorang santri. Alhamdulillah.
Dan
untuk memperingati itu berbagai Ormas Islam berbondong-bondong mengadakan
berbagai acara sebagai perwujudan refleksi yang menurut saya sangat bagus, seperti
pengajian bersama, pembacaan sholawat nariyah sampai puluhan ribu se Indonesia,
bayangkan betapa kerennya Indonesia bergema sholawat nariyah, semoga Allah
menerima amal ibadah itu.
Saya
sangat senang ketika ternyata masih banyak yang disebut sebagai santri di negeri
ini, entahlah menurut saya ketika
seorang mengemban status sebagai santri itu adalah hal yang amat sangat sacral,
suci, mulia dan indah. Karena dalam kaca mata saya menjadi seorang santri itu
ada suatu syarat tersendiri dimana, menjadi seorang santri haruslah tawadhu’,
taat, rendah hati, penuh perhatiaan terhadap permasalahan umat saat ini, mulai
dari sosial, ekonomi, bahkan politikpun harus dikuasai oleh santri, bisa
membawa perubahan menuju arah yang lebih baik, minimal dengan lingkungan
sekitar. Dan yang paling penting ialah mencerminkan Islam yang sebenarnya.
Islam yang tanpa rasisme, kepentingan golongan tertentu, islam yang bersatu
tanpa perpecahan, islam yang bukan teroris, islam yang peduli pada keberadaan
manusia, islam yang tidak apatis, islam dengan sebenar-benarnya islam, Islam
yang indah dan penuh kasih sayang.
Tetapi
entahlah di akhir-akhir ini banyak sekali yang masih meminta dianggap sebagai
seorang santri, padahal ia belum memberikan kontribusi apapun terhadap umat.
Bagaimana untuk memberikan kontribusi?? menjalankan sholat lima waktu saja (meski tidak semuanya) masih bolong-bolong,
dimana ajaran pesantren yang dulu diajarkan??. Ada pula yang bilang “aku adalah santri!!”
tapi ternyata pacarannnya jalan terus, hanya satu pertanyaan saya terhadap
orang seperti itu, “SITU SEHAT??”. Belum-belum memberikan kontribusi ia malah
sudah (maaf) diam-diam menghancurkan citra islam dengan sendirinya. Maafkan
saya bila mungkin saya terlalu nyinyir atau apalah, tapi sungguh
beberapa hari ini saya sangat tergelitik untuk mengulas hal ini.
Ada
sebagian dari mereka yang tidak mengerti hakikat dari menjadi santri
sesungguhnya, mereka menggunakan atribut santri hanya pada satu hari, yang mana
itu terhitung sebagai 24 jam. Lalu bergaya di media sosial, mengupload berbagai
ucapan dan foto. Sebenarnya hal itu
sah-sah saja, toh saya juga tidak boleh melangkahi privasi manusia lain, saya
juga tidak boleh menjustifikasi niatan manusia.
Tapi yang membuat saya agak merasa risih ialah mereka termasuk saya juga
melupakan tugas sebagai santri itu sendiri, terlena dengan kemajuan teknologi,
lupa dengan tugas sbagai santri yang amat berat, tugas untuk memajukan umat,
tugas untuk membawa kemabali generasi keemasan Islam, dari pada sibuk memebuat
status sebagai santri di media sosial, kenapa tidak kita memebuat gerakan yang
mengenalkan islam yangseungguhnya itu bagaimana, saya rasa ketika kita sudah
sibuk mengurusi umat, dengan sendirinya status santri itu akan naik sendiri.
Saya
hanya berharap dengan adanya moment Hari Santri Nasional ini bisa menjadi
refleksi bagi para santri, (termasuk saya sendiri) yang hanya mencari eksistensi di media sosial agar
lebih memeperhatikan umat lagi. Maafkan bila kata-kata saya mungkin agak
sedikit menyinggung. Jujur saya tidak bisa memendam hal ini sekian,
Wassalamualaikum wr. wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar